PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP
TENAGA
KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
MAKALAH
HUKUM
KETENAGAKERJAAN
Oleh:
A G
U S S A L A M
NPM.
0920010050
PROGRAM
STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diantara tujuan dari dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia
adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanahkan oleh UUD
1945. Oleh karena itu negara seseungguhnya berkewajiban untuk memberikan
perlindungan terhadap seluruh warga negaranya tanpa terkeculai, perlindungan
terhadap warga negara pada hakikatnya tidak hanya perlindungan keamanan akan
tetapi juga adalah perlindungan dari kemiskinan, karenanya negara juga
berkeawjiban untuk memajukan kesejahteraan umum.
Masalah kesejahteraan sampai saat ini merupakan tugas pemerintah
yang nampakanya belum pernah selesai. Semenjak didirikannya negara Indonesia
pada tahun 1945, kinerja pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan
rakyatnya belum pernah mencapai taraf yang memuaskan, kemiskinan masih merupakan problematika sosial yang
belum pernah terselesaikan.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa, kemiskinan suatu
negara berkaitan erat dengan dengan tingkat pengangguran di negara tersebut.
berkaitan dengan hasil-hasil penelitian yang mengkaitkan antara pengangguran
dan kemiskinan, maka muncullah sebuah teori yang mengatakan bahwa “tingkat
kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Dalam hal ini ketika
tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka secara otomatis tingkat kemiskinan
akan meningkat.”[1]
Menurut laporan Badan Pusat Statistik, Jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di
Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen).[2]
Dengan angka pengangguran pada awal 2011 mencapai 9,25 juta.[3]
Salah satu penyebab dari tingginya angka kemiskinan dalam suatu
negara adalah peluang dan kesempatan kerja yang sidikit di dalam negara
tersebut. Indonesia dengan jumlah penduduknya yang lebih dari 230 juta jiwa
termasuk dalam negara yang memiliki jumlah pengangguran terbanyak. Minimnya
kesempatan kerja dan persaingan pasar kerja yang begitu ketat di dalam negeri
serta peluang memperoleh gaji yang tinggi
di luar negeri, telah menyebabkan banyak dari warga Indonesia yang
mencoba mencari peruntungan di luar negeri. Warga negara indonesia yang bekerja
di luar negeri ini biasa dikenal dengan istilah TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
Pengiriman TKI keluar negeri memang bisa memberikan manfaat ekonomi
yang relatif besar tidak hanya bagi TKI itu sendiri dan keluarganya akan tetapi
juga bagi negara, karena itu negara menganggap pengiriman TKI ke luar
negeri merupakan sebuah jawaban atas absennya negara dalam menyediakan lapangan
kerja.[4] Sulitnya
kesempatan kerja di dalam negeri dan semakin banyaknya pengangguran di
Indonesia pada akhirnya telah menjadikan Indonesia sebagai pengekspor buruh
migran terbesar di Asia dan bahkan dunia.[5]
Banyaknya TKI di luar negeri rupanya juga berbuntut pada banyaknya
masalah-masalah yang dihadapi TKI itu sendiri, dalam berbagai tayangan media
massa sudah sering diberitakan bagaimana TKI di luar negeri sering mengalami
perlakuan buruk dari majikannya bahkan tidak jarang perlakuan buruk itu
berujung kepada kematian.
Negara Indonesia sebagai sebuah institusi kekuasaan sebagaimana
disebutkan di atas pada dasarnya bertanggungjawab untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kata “melindungi segenap
bangsa Indonesia” tentunya menunjuk kepada seluruh warga yang berkebangsaan
Indonesia baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, yang menjadi
masalah adalah bahwa sering kali negara gagal melindungi TKI kita yang ada di
luar negeri, hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan, bagaimana sesungguhnya ketentuan
perlindungan hukum dari negara terhadap TKI yang bekerja di luar negeri?, untuk
menjawab masalah tersebut maka makalah ini akan diarahkan untuk mendeskripsikan
perlindungan hukum dari negara terhadap TKI yang bekerja di luar negeri.
B.
Kerangka Teori
Sebagaimana disebutkan di awal, bahwa di antara tujuan dibentuknya
Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, tujuan ini sebagaimaman jelas tercantum
dalam Preambule UUD 1945.
Dalam kajian Ilmu Negara
dikenal adanya teori perjanjian masyarakat yang disampaikan oleh
Immanuel Kant. Menurut Kant, tujuan negara adalah melindungi dan menjamin
ketertiban hukum agar hak dan kemerdekaan warga negara terbina dan terpelihara.
Untuk itu diperlukan undang-undang yang merupakan penjelmaan kehendak umum (volonte
general), dan karenanya harus ditaati oleh siapa pun, rakyat maupun
pemerintah. Agar tujuan negara tersebut dapat terpelihara, Kant menyetujui azas
pemisahan kekuasaan menjadi tiga potestas (kekuasaan): legislatoria,
rectoria, iudiciaria (pembuat, pelaksana, dan pengawas hukum).[6]
Teori Kant tentang negara hukum disebut teori negara hukum murni
atau negara hukum dalam arti sempit karena peranan negara hanya sebagai penjaga
ketertiban hukum dan pelindung hak dan kebebasan warga negara, tak lebih dari nightwatcher,
(penjaga malam). Negara tidak turut campur dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.[7]
Pendapat Kant ini sangat sesuai dengan zamannya, yaitu tatkala
terjadi pemujaan terhadap liberalisme (dengan semboyannya: laissez
faire, laissez aller). Namun teori Kant mulai ditinggalkan karena
persaingan bebas ternyata makin melebarkan jurang pemisah antara golongan kaya
dan golongan miskin. Para ahli berusaha menyempurnakan teorinya dengan teori
negara hukum dalam arti luas atau negara kesejahteraan (Welfare
State). Menurut teori ini, selain bertujuan melindungi hak dan
kebebasan warganya, negara juga berupaya mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
warga negara.[8]
Kranenburg adalah salah satu diantara ilmuwan yang menganut teori negara
kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan sekadar memelihara ketertiban
hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Hal ini
tentunya sejalan dengan pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa negara yang
didasarkan kepada hukum bukan merupakan alternatif yang paling baik dari negara
yang dipimpin oleh orang-orang cerdik cendikiawan, melainkan satu-satunya cara
yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang baik dan sejahtera dalam
masyarakat.[9]
Memang
hukum sangat berperan dalam menciptakan dan memperbaharui tatanan masyarakat, bahkan
hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak
sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.[10]
Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk melindungi mereka
yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh
keadilan sosial.[11]
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan
upaya pemerintah untuk melindungi rakyatnya baik secara preventif maupun
represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di
lembaga peradilan. Diatas semua itu fungsi utama dari
hukum adalah untuk melindungi rakyat dari tindakan-tindakan dan perbuatan yang dapat mencederai hak-haknya sebagai
warga negara, karena untuk tujuan itulah sesungguhnya negara didirikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Problematika Hukum TKI di Luar Negeri
Banyaknya TKI yang mencari penghidupan di luar negeri rupanya juga
menjadikan para TKI tersebut sering mengalami perbuatan hukum, mulai dari yang
melakukan pelanggaran hukum, tuduhan pelanggaran hukum, sampai kepada yang hak-hak hukumnya dilanggar
oleh majikannya di luar negeri. Permasalahan hukum yang dihadapi TKI di luar
negeri dilatari oleh berbagai macam faktor, namun secara umum faktor itu
disebabkan oleh dua latar belakang, yang pertama faktor permasalahan yang
dibawa dari dalam negeri (Indonesia), dan yang kedua faktor yang muncul setelah
bekerja di luar negeri. Faktor yang pertama bisa berupa dokumen keimigrasian
dan syarat-syarat jadi TKI yang tidak dilengkapi sewaktu mau berangkat jadi
TKI, dan Faktor yang kedua merupakan permasalahan hukum antara TKI dengan
majikannya atau antara TKI dengan penduduk di negara tempat ia bekerja,
misalnya penganiayaan oleh majikan, hak-hak TKI yang dilanggar, maupun
perbuatan pidana yang dilakukan oleh TKI itu sendiri di negera tempatnya
bekerja.
Selama berada di luar negeri, bahkan ketika
masih berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri, ada
kalanya sebagian dari TKI menghadapi masalah yang merugikan TKI tersebut.
Permasalahan TKI yang bersumber di dalam negeri sangatterkait dengan
pelaksanaan regulasi, mulai soal rekrutmen TKI di bawah umur, dokumen diri
palsu, pendidikan yang rendah dan hal teknis lainnya.[12]
Kekacauan pengiriman TKI merupakan
kesalahan banyak pihak, sebagian oknum aparat Pemerintah RI yang mempraktikkan
KKN di bidang pengiriman TKI, sebagian oknum PJTKI yang kurang bertanggung
jawab atas kesejahteraan dan keselamatan TKI dan lebih mementingkan keuntungan.
Di lain pihak, oknum-oknum di Malaysia ada yang melindungi dalam perekrutan TKI
ilegal. Alasannya, gaji TKI ilegal lebih murah, mudah ditakut-takuti dan
diperas. Bila ada TKI yang tidak tunduk, akan dilaporkan kepada polisi negara
setempat.[13]
Berdasarkan analisis penulis dari berbagai
berita yang dimuat di media massa, ada dua negara dimana TKI sering mengalami
permasalahan hukum yaitu di Saudi Arabia dan di Malaysia. Permasalahan hukum
yang dihadapi oleh para TKI tersebut mulai dari permasalahan dokumen
keimigrasian (TKI ilegal), hak-hak TKI yang dilanggar oleh majikan sampai
kepada tuduhan perbuatan pidana terhadap TKI. Sudah banyak TKI yang dituntut ke
sidang pengadilan oleh pihak yang berwajib di negara TKI tersebut bekerja
bahkan tidak jarang ada yang sampai dituntut dengan hukuman pancung.
Kesewenang-wenangan dari majikan juga
sering dialami oleh para TKI seperti penganiayaan, pemerkosaan bahkan sampai
kepada pembunuhan. Aparat negara tempat TKI bekerja juga sering berbuat
sewenang-wenang terhadap para TKI, baru-baru ini kita dengar adanya tiga orang
TKI yang ditembak mati oleh aparat Kepolisan Diraja Malaysia tanpa ada proses
hukum terlebih dahulu ke sidang pengadilan, bahkan ironisnya diduga telah
terjadi pengambilan beberapa bahagian organ tubuh dari korban penembakan
tersebut. hal-hal seperti inilah sedikit contoh kasus yang dialami oleh para
TKI di Luar Negeri.
Pemerintah Negara Indonesia sebagai penyelenggara pemerintahan
sesungguhnya memilki kewajiban untuk melindungi warga negaranya sebagaimana
diamanhkan oleh UUD 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan dibawahnya. Berikut
ini akan di uraikan bagaimana ketentuan perlindungan hukum dari negara terhadap
TKI yang bekerja di luar negeri.
B. Perlindungan
Hukum terhadap TKI di Luar Negeri
Menurut Satjipto Rahardjo yang
dimaksud dengan perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya tersebut.[14] Muchsin
menyebut Perlindungan hukum sebagai kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap
dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar
sesama manusia.[15]
Adapun Perlindungan TKI adalah segala upaya
untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya
pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundangundangan, baik sebelum,
selama, maupun sesudah bekerja.[16]
Perlindungan TKI di dasarkan kepada UU No No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Berdasarkan
Pasal 2 UU No No. 39 Tahun 2004, Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI
berasaskan kepada keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial,
kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan
manusia.
Adapun tujuan dari perlindungan TKI sebagaimana disebutkan dalam
pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
a.
memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawai;
b.
menjamin
dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara tujuan, sampai
kembali ke tempat asal di Indonesia;
c.
meningkatkan
kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, pemerintah
memilki tugas untuk mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, dimana dalam
melaksanakan tugas tersebut Pemerintah dapat melimpahkan sebagi wewenangnya
dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan sebagai tanggungjawab Pemerintah dalam
meningkatkan upaya perlindungan bagi TKI di luar negeri.
Sebagai konskuensi dari tanggungjawab tersebut maka Pemerintah
berkewajiban untuk:
a.
menjamin
terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui
pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b.
mengawasi
pelaksanaan penempatan calon TKI;
c.
membentuk
dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
d.
melakukan
upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara
optimal di negara tujuan; dan
e.
memberikan
perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan,
dan masa purna penempatan.
Perlindungan negara bagi warganegarnya merupakan hak warganegara
yang dijamin oleh undang-undang. Dalam hal perlindungan terhadap TKI maka hak
perlindungan itu dimulai dimulai sejak pra
penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. Di luar negeri
perlindungan terhadap TKI dilaksanakan oleh oleh Perwakilan Pemerintah Negara
Republik Indonesia yang mana perlindungan itu didasarkan kepada peraturan
perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan intemasional.
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa
penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI yang
ditempatkan di luar negeri. Selama masa penempatan tersebut maka
Pemerintah/perwakilan pemerintah juga bertugas untuk:
a.
pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
b.
pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja
dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Berdasarkan keterangan di atas, maka pelaksanaan perlindungan
terhadap TKI itu selain mengacu kepada peraturan perundang-undangan negara juga
mengacu kepada hukum internasional.
Selama ini perlindungan pemerintah terhadap TKI yang mengalami
masalah hukum di Luar Negeri relatif lemah, dimana kita perhatikan masih banyak
TKI yang mengalami penzaliman. Kasus pemancungan terhadap Ruyati, pekerja rumah tangga dari RT 03 RW II Kampung Ceger, Sukatani,
Bekasi, Jabar, dihukum pancung pada Sabtu (18-6) di Mekah karena mengakui telah
membunuh majikan perempuannya, Khairiya Hamed binti Majlad. Sangat idsesalkan
oleh berbgai klangn. Kasus TKI yang dihukum pancung adalah salah satu bukti
lemahnya diplomasi perlindungan TKI di luar negeri.
Menurut
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, dalam kasus ini, publik tidak
pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan
Pemerintah Indonesia.[17] Kasus
Ruyati memperlihatkan perlindungan hukum TKI sekadar pepesan kosong. Kasus
Rumiyati juga sangat bertentangan dengan pidato Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di Sidang ILO ke-100 pada 14 Juni 2011, yang menyatakan di Indonesia
mekanisme perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia sudah berjalan serta
tersedia institusi dan regulasinya.[18]
Menurut Riyanto, Pidato SBY di depan Sidang Ilo tersebut hanyalah pepesan
kosong.
Menurut
Riyanto ada beberap hal perlu dilaksanakan oleh Pemerintah untuk menguatkan
perlindungan hukumnya bagi TKI yang bermasalah di Luar negeri yakni sebagi
berikut:
Pertama, sebagaimana amanat UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri dan Inpres Nomor 6 Tahun
2006 bahwa negara menjamin perlindungan hukum dan pemenuhan hak-hak TKI baik
sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Dalam konteks ini, sangat urgen bagi
Indonesia untuk membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi untuk
memastikan perlindungan pekerja migran berbasis HAM. Tekanan kepada Saudi bisa
dilakukan dengan membentuk kaukus negara pengirim pekerja (Indonesia, Sri
Lanka, Filipina, Nepal) bersatu untuk melakukan perundingan dengan negara
penerima agar posisi tawarnya seimbang. Apalagi, Saudi sangat berkepentingan
terhadap keberadaan pekerja migran. Di negara tersebut, terdapat lebih dari 8
juta buruh migran (sepertiga penduduk Saudi). Mereka mengisi kekosongan di
bidang kesehatan, konstruksi, dan pekerjaan domestik.
Kedua, perlu meningkatkan kemampuan dan keahlian berdiplomasi bagi
para diplomat di Kedubes RI dan Konjen RI di luar negeri, khususnya di
negara-negara penempatan atau yang selama ini menjadi tujuan TKI yang tergolong
besar dan sering bermasalah. Para diplomat itu harus diisi atau dilengkapi oleh
para aktivis dan profesional hukum dan HAM yang piawai, berpengalaman,
mempunyai jaringan yang kuat dan dapat diterima, serta diakui di negara
setempat, sehingga dapat optimal melakukan pembelaan TKI. Pada posisi inilah
peran BNP2TKI yang memiliki kewenangan menempatkan personelnya di Kedutaan
Besar RI (KBRI) atau di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di negara-negara tersebut,
perlu menempatkan personel yang mempunyai berkualitas dan terpercaya tersebut.
Ketiga, perlu peningkatan fungsi pengawasan kepada aparat yang
bertugas melindungi TKI di luar negeri. Dalam upaya mengefektifkan upaya
pengawasan tersebut harus segera dilakukan evaluasi menyeluruh dan menyeleksi
ulang seluruh kinerja aparat pemerintah yang diberi tugas untuk melakukan
perlindungan TKI di luar negeri. Peran BNP2TKI dalam masalah ini melakukan
kajian dan evaluasi menyeluruh yang hasilnya direkomendasikan kepada presiden
dan lembaga yang berwenang.
Keempat, BNP2TKI dalam upaya mengefektifkan perlindungan TKI, perlu
segera mengusulkan untuk perluasan atau penambahan kewenangannya melakukan
perjanjian tertulis yang lebih khusus, tidak saja hanya antara pemerintah
negara dan pengguna TKI yang berbadan hukum, tapi juga secara langsung dengan
para pengguna TKI pada level rumah tangga-rumah tangga, dan diberi kewenangan
untuk melakukan pengawasan dan kontrol langsung terhadap pelaksanaan perjanjian
tersebut.
Kelima, BNP2TKI perlu mengoptimalkan program pemberdayaan calon TKI
dan program pengurangan pengiriman TKI pada level pembantu rumah tangga secara
signifikan dengan menaikkan jumlah pengiriman TKI yang terdidik dan
profesional. Dalam mewujudkan program ini BNP2TKI perlu melakukan kerja sama
dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman dan mempunyai keahlian dalam program
tersebut.
Keenam, BNP2TKI perlu segera mengkaji, menata, dan menyeleksi ulang
sistem perasuransian TKI dan perusahaan-perusahaan yang selama ini
menyelenggarakan asuransi TKI. Dalam menjalankan tugas ini, BNP2TKI perlu
berkoordiansi dengan Depnakertrans dan PJTKI/APJATI, serta lebih jauh perlu
bekerja sama dan melibatkan perusahaan asuransi, para auditor asuransi, ahli
hukum, dan ahli manajemen.
Ketujuh, pemerintah perlu kembali mengkaji dan mengevaluasi kembali
sistem pengiriman TKI, termasuk pula semua proses yang ada di level penyalur
jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). Tak bisa dimungkiri, masih banyak pula
kelemahan-kelemahan di dalam sistem perekrutan, kurikulum pelatihan, hingga
masalah legal ketenagakerjaan bagi para calon-calon buruh migran itu. Belum
lagi kita masih sering mendengar berbagai keluhan terkait dengan
pungutan-pungutan liar kepada para TKI yang dilakukan berbagai oknum, mulai
pengurusan dokumen-dokumen keimigrasian yang mahal, hingga berbagai fee tak
wajar lain. Sistem yang membelenggu ini harus segera dibongkar dan diperbaiki.[19]
Menurut Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI, Lisna
Yuliani Pulungan, bahwa pelayanan terhadap TKI yang ditangani BNP2TKI tidak
semata mendasarkan Standar Operasional Prosedur; (SOP). Tetapi lebih menekankan
pada Standar Pelayanan Perlindungan; (SPP). “Sebabnya adalah, karena yang
ditangani bukan memindahkan atau menempatkan barang dari satu negara ke negara
lain. Melainkan yang ditempatkan adalah, manusia, sehingga membutuhkan
penanganan khusus, sejak masa pra penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan.[20]
Adapun perlindungan terhadap TKI dibagi kepada tiga masa yakni, 1) masa pra
penempatan, 2) masa penempatan, dan 3) purna penempatan.[21]
1. Perlindungan Pra Penempatan.
Bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap
calon TKI/TKI pada masa pra penempatan adalah sebagai berikut:
a.
Pemberian informasi lengkap dan benar tentang keabsahan PPTKIS yang akan
menempatkan, persyaratan calon TKI, jenis peluang kerja yang tersedia, kondisi
kerja, perjanjian kerja, biaya penempatan, dan prosedur penempatan;
b.
Pembuatan Perjanjian Kerjasama Penempatan, antara PPTKIS dengan Mitra Usaha
atau Pengguna; (users) – yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak
serta perlindungan terhadap TKI – yang disahkan Perwakilan RI;
c.
Pengesahan Permintaan Nyata, yang terdiri job order, demand letter, visa
wakalah;
d.
Pembuatan Perjanjian Penempatan, antara calon TKI dan PPTKIS yang
sekurang-kurangnya memuat: jenis dan uraian pekerjaan, batas waktu pemberangkan
calon TKI, komponen dan besarnya biaya penempatan, pembayaran ganti kerugian
akibat pembatalan pemberangkatan, hak dan kewajiban PPTKIS dan calon TKI,
persyaratan kerja;
e.
Pembuatan Perjanjian Kerja antara TKI dengan Pengguna; (users) yang
sekurang-kurangnya memuat: nama dan alamat pengguna, nama dan alamat TKI, jenis
dan uraian pekerjaan, syarat-syarat kerja; (meliputi waktu kerja, istirahat,
upah, cara pembayaran, upah lembur, cuti, dan jaminan sosial), jangka waktu
perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis dalam dua bahasa; (bahasa
Indonesia dan bahasa Ingrris/negara tujuan) rangkap tiga; (untuk TKI, pengguna
dan PPTKI) serta difoto copy yang disampaikan kepada BP3TKI setempat dan
Perwakilan RI di negara tujuan;
f.
Pemeriksaan kesehatan dan psikologi untuk memastikan kondisi kesehatan dan
psikologi calon TKI benar-benar sehat;
g.
Pelatihan ketrampilan kerja dan kemampuan bahasa sesuai negara tujuan;
h.
Pengurusan dokumen yang lengkap dan sah yang meliputi Paspor, Visa Kerja,
tiket perjalanan, rekening tabungan TKI;
i.
Mengasuransikan TKI dalam program asuransi perlindungan TKI; (10)
Mengikutsertakan TKI dalam Pembekalan Akhir Pemberangkatan; (PAP);
j.
Pemberian Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri; (KTKLN) kepada calon TKI/TKI;
k.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPTKIS dan calon TKI agar proses
penempatan dilakukan sesuai dengan ketentuan berlaku, serta menindak terhadap
oknum yang melakukan proses penempatan TKI non-prosedural.[22]
2. Perlindungan masa penempatan.
Perlindungan terhadap TKI selama masa
penempatan yang dilakukan adalah:
a.
PPTKIS, mitra usaha atau pengguna; (users) melaporkan kedatangan dan
keberadaan TKI kepada Perwakilan RI;
b.
Mengadakan welcoming programme dan exit programme;
c.
Memberikan kesempatan kepada TKI untuk melakukan komunikasi dengan
keluarga, PPTKIS dan Perwakilan RI;
d.
Memberikan pendampingan, bantuan hukum dan perlindungan kepada TKI yang
mengalami masalah dengan majikan/pengguna;
e.
Pemenuhan hak-hak TKI sesuai perjanjian kerja;
f.
Pembinaan terhadap TKI agar tidak nelakukan tindakan atau hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan dan adat istiadat negara tujuan;
g.
TKI memahami cara penyelesaian permasalahan yang dihadapinya;
h.
Mitra usaha atau pengguna melaporkan untuk pengesahan perpanjangan
perjanjian kerja kepada perwakilan RI, jika TKI bersedia memperpanjang perjanjian
kerja;
i.
Remitansi; (pengiriman uang ke negara asal);
j.
PPTKIS bersama agency wajib melakukan pemantauan perkembangan keberadaan
TKI yang ditempatkannya.[23]
3. Perlindungan purna penempatan.
Perlindungan yang dilakukan terhadap TKI
yang mengakhiri purna kerjanya atau dikenal TKI purna adalah:
a.
TKI sendiri atau dengan bantuan pengguna/mitra usaha melaporkan berakhirnya
perjanjian kerja dan kepulangan TKI ke Perwakilan RI;
b.
Pengguna atau mitra usaha mengantar TKI ke bandara setempat dan membiayai
kepulangan TKI ke Indonesia;
c.
PPTKIS melaporkan kepulangan TKI kepada BNP2TKI, karena perjanjian kerja
berakhir, mengalami kecelakaan/sakit/meninggal dunia, dan bermasalah;
d.
PPTKIS bertanggung jawab atas kepulangan TKI sampai ke daerah asal, akan
tetapi Pemerintah berhak mengatur kepulangannya dan membuat pos-pos pelayanan
pelayanan kepulangan disetiap debarkasi;
e.
PPTKIS bertanggung jawab atas hak-hak TKI yang belum dipenuhi oleh pengguna
selama dalam masa perjanjian kerja;
f.
Pemulangan TKI dari terminal/bandara/pelabuhan debarkasi dilaksanakan oleh
Pos Pelayanan Pemulangan TKI – khusus untuk tingkat pusat oleh BPK TKI
Selapajang – melalui pemanduan, pendataan, penanganan yang bermasalah, sakit,
cuti, meninggal dunia, dan pengantaran ke daerah asal;
g.
Pengamanan kepulangan TKI dilakukan sejak TKI di debarkasi sampai daerah
asal dengan memberikan informasi tentang tata cara kepulangan TKI dan prosedur
pengaduan, menerima pengaduan apabila TKI mengalami permasalahan selama
kepulangannya atau selama berada di debarkasi, serta melakukan penindakan
terhadap oknum yang merugikan TKI;
h.
Pemberdayaan TKI purna, yang perlu dilakukan adalah, mendata dan memetakan
TKI purna, memberikan bimbingan dalam rangka rehabilitasi TKI purna bermasalah,
pembinaan dalam rangka penguatan asosiasi TKI purna, serta temu wicara dan
ekspo TKI purna. Kegiatan dilakukan di daerah asal TKI dan terdapat TKI purna.
Untuk pelaksanaannya dikoordinasikan dengan instansi/lembaga terkait yang ada
di pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.[24]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka ada
beberapa point penting yang bisa ditarik menjadi kesimpulan dalam makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. TKI berhak mendapat perlindungan dari
negara, untuk itu Pemerintah berkewajiban melindungi para TKI yang bekerja di
luar negeri.
2. Hak TKI untuk mendapat perlindungan adalah
sejak pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan.
3. Perlindungan pra penempatan terdiri dari:
a. Pemberian informasi lengkap dan benar
tentang keabsahan PPTKIS yang akan menempatkan, persyaratan calon TKI, jenis
peluang kerja yang tersedia, kondisi kerja, perjanjian kerja, biaya penempatan,
dan prosedur penempatan;
b. Pembuatan Perjanjian Kerjasama Penempatan,
antara PPTKIS dengan Mitra Usaha atau Pengguna; (users) – yang memuat hak dan
kewajiban masing-masing pihak serta perlindungan terhadap TKI – yang disahkan
Perwakilan RI;
c. Pengesahan Permintaan Nyata, yang terdiri
job order, demand letter, visa wakalah;
d. Pembuatan Perjanjian Penempatan, antara
calon TKI dan PPTKIS yang sekurang-kurangnya memuat: jenis dan uraian
pekerjaan, batas waktu pemberangkan calon TKI, komponen dan besarnya biaya
penempatan, pembayaran ganti kerugian akibat pembatalan pemberangkatan, hak dan
kewajiban PPTKIS dan calon TKI, persyaratan kerja;
e. Pembuatan Perjanjian Kerja antara TKI
dengan Pengguna; (users) yang sekurang-kurangnya memuat: nama dan alamat
pengguna, nama dan alamat TKI, jenis dan uraian pekerjaan, syarat-syarat kerja;
(meliputi waktu kerja, istirahat, upah, cara pembayaran, upah lembur, cuti, dan
jaminan sosial), jangka waktu perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
dalam dua bahasa; (bahasa Indonesia dan bahasa Ingrris/negara tujuan) rangkap
tiga; (untuk TKI, pengguna dan PPTKI) serta difoto copy yang disampaikan kepada
BP3TKI setempat dan Perwakilan RI di negara tujuan;
f. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi untuk
memastikan kondisi kesehatan dan psikologi calon TKI benar-benar sehat;
g. Pelatihan ketrampilan kerja dan kemampuan
bahasa sesuai negara tujuan;
h. Pengurusan dokumen yang lengkap dan sah
yang meliputi Paspor, Visa Kerja, tiket perjalanan, rekening tabungan TKI;
i.
Mengasuransikan TKI dalam program asuransi
perlindungan TKI; (10) Mengikutsertakan TKI dalam Pembekalan Akhir
Pemberangkatan; (PAP);
j.
Pemberian Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri; (KTKLN)
kepada calon TKI/TKI;
k. Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPTKIS
dan calon TKI agar proses penempatan dilakukan sesuai dengan ketentuan berlaku,
serta menindak terhadap oknum yang melakukan proses penempatan TKI
non-prosedural.
4. Perlindungan terhadap TKI selama masa
penempatan yang dilakukan adalah:
a. PPTKIS, mitra usaha atau pengguna; (users)
melaporkan kedatangan dan keberadaan TKI kepada Perwakilan RI;
b. Mengadakan welcoming programme dan exit
programme;
c. Memberikan kesempatan kepada TKI untuk
melakukan komunikasi dengan keluarga, PPTKIS dan Perwakilan RI;
d. Memberikan pendampingan, bantuan hukum dan
perlindungan kepada TKI yang mengalami masalah dengan majikan/pengguna;
e. Pemenuhan hak-hak TKI sesuai perjanjian
kerja;
f. Pembinaan terhadap TKI agar tidak nelakukan
tindakan atau hal-hal yang bertentangan dengan peraturan dan adat istiadat
negara tujuan;
g. TKI memahami cara penyelesaian permasalahan
yang dihadapinya;
h. Mitra usaha atau pengguna melaporkan untuk
pengesahan perpanjangan perjanjian kerja kepada perwakilan RI, jika TKI
bersedia memperpanjang perjanjian kerja;
i.
Remitansi; (pengiriman uang ke negara asal);
j.
PPTKIS bersama agency wajib melakukan pemantauan
perkembangan keberadaan TKI yang ditempatkannya.
5. Perlindungan yang dilakukan terhadap TKI
yang mengakhiri purna kerjanya atau dikenal TKI purna adalah:
a. TKI sendiri atau dengan bantuan
pengguna/mitra usaha melaporkan berakhirnya perjanjian kerja dan kepulangan TKI
ke Perwakilan RI;
b. Pengguna atau mitra usaha mengantar TKI ke
bandara setempat dan membiayai kepulangan TKI ke Indonesia;
c. PPTKIS melaporkan kepulangan TKI kepada
BNP2TKI, karena perjanjian kerja berakhir, mengalami kecelakaan/sakit/meninggal
dunia, dan bermasalah;
d. PPTKIS bertanggung jawab atas kepulangan
TKI sampai ke daerah asal, akan tetapi Pemerintah berhak mengatur kepulangannya
dan membuat pos-pos pelayanan pelayanan kepulangan disetiap debarkasi;
e. PPTKIS bertanggung jawab atas hak-hak TKI
yang belum dipenuhi oleh pengguna selama dalam masa perjanjian kerja;
f. Pemulangan TKI dari
terminal/bandara/pelabuhan debarkasi dilaksanakan oleh Pos Pelayanan Pemulangan
TKI – khusus untuk tingkat pusat oleh BPK TKI Selapajang – melalui pemanduan,
pendataan, penanganan yang bermasalah, sakit, cuti, meninggal dunia, dan pengantaran
ke daerah asal;
g. Pengamanan kepulangan TKI dilakukan sejak
TKI di debarkasi sampai daerah asal dengan memberikan informasi tentang tata
cara kepulangan TKI dan prosedur pengaduan, menerima pengaduan apabila TKI
mengalami permasalahan selama kepulangannya atau selama berada di debarkasi,
serta melakukan penindakan terhadap oknum yang merugikan TKI;
h. Pemberdayaan TKI purna, yang perlu
dilakukan adalah, mendata dan memetakan TKI purna, memberikan bimbingan dalam
rangka rehabilitasi TKI purna bermasalah, pembinaan dalam rangka penguatan
asosiasi TKI purna, serta temu wicara dan ekspo TKI purna. Kegiatan dilakukan
di daerah asal TKI dan terdapat TKI purna. Untuk pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan instansi/lembaga terkait yang ada di pusat, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa.
B. Saran-saran
Masalah utama TKI adalah mengenai
perlindungan hukum, oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah meningkatkan
perlindungan hukumnya kepada para TKI yang tertimpa masalah hukum di Luar
Negeri. Pejabat-pejabat yang menangani permasalahan hukum TKI di Luar Negeri
mestinmya diisi oleh orang-orang yang berkompeten, yang pintar melobi, serta
paham akan hukum-hukum yangbberlaku di Indonesia serta di luar negeri.
DAFTAR
PUSTAKA
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas,
Jakarta, 2003.
_____________¸Ilmu Hukum, Cet. VI, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2006.
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rusdakarya, 1993.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional, Bandung: Alumni, 1991.
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,
2003.
UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Badan
Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2011, Berita Resmi
Statistik, No. 45/07/Th. XIV, 1 Juli 2011.
Awal Tahun 2011
Pengangguran Masih 9,25 juta http://jarno.web.id/general/awal- tahun-2011-pengangguran-masih-925-juta.html#axzz1tA4afo1k
, (1 Januari 2011)
Kemiskinan Pengangguran dan Setengah Pengangguran, http://www.google.co.id/search?
(diakses 26 April 2012)
Firman Hamdani, TKI, Sejarah dan Masa Kini, http://www.gema-nurani.com/2011/12/tki-sejarah-dan-masa-kini/ (31 Desember 2011)
Tujuan dan Fungsi dan Negara, http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/tujuan-dan-fungsi-negara/ (09
November 2008).
Permasalahan TKI di Luar Negeri, http://yulitaning.blogspot.com/2010/03
/permasalahan-tki-di-luar-negeri.html (diakses 23
April 2012)
Joko Riyanto, Pepesan Kosong Perlindungan TKI, http://gagasanhukum.
wordpress.com/2011/06/27/pepesan-kosong-perlindungan-tki/(27
Juni 2011)
BNPTKI, SOP Perlindungan TKI
2012 Diperkuat, Layanan Pengaduan Dipercepat, http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/6385-sop-perlindungan-tki-2012-diperkuat-layanan-pengaduan-dipercepat.html (19 Maret 2012).
[1] Kemiskinan
Pengangguran dan Setengah Pengangguran,
http://www.google.co.id/search?q=pengangguran+dan+kemiskinan, (diakses 26 April 2012)
[2]
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2011, Berita
Resmi Statistik, No. 45/07/Th. XIV, 1 Juli 2011.
[3] Awal Tahun 2011 Pengangguran
Masih 9,25 juta, http://jarno.web.id/general/awal-tahun-2011-pengangguran-masih-925-juta.html#axzz1tA4afo1k
, (1 Januari 2011)
[4] Firman
Hamdani, TKI, Sejarah dan Masa Kini, http://www.gema-nurani.com/2011/12/tki-sejarah-dan-masa-kini/ (31 Desember 2011)
[5] Ibid.
[6] Tujuan dan
Fungsi dan Negara, http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/tujuan-dan-fungsi-negara/ (09 November
2008).
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Satjipto
Rahardjo¸Ilmu Hukum, Cet. VI, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal.
262.
[10] Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai
Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rusdakarya, 1993, hal 118.
[11] Sunaryati
Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:
Alumni, 1991, hal. 55.
[12] Permasalahan
TKI di Luar Negeri, http://yulitaning.blogspot.com/2010/03/permasalahan-tki-di-luar-negeri.html (diakses 23
April 2012)
[13] Ibid.
[15] Muchsin, Perlindungan
dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta : Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), hal. 14
[16] Pasal 1 angka
4, UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
[17] Joko Riyanto, Pepesan
Kosong Perlindungan TKI, http://gagasanhukum.wordpress.com/2011/06/27/pepesan-kosong-perlindungan-tki/ (27 Juni 2011)
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid.
Saya Senang bisa menulis dan berbagi melalui room ini. Sobat... dulu, saya seorang pengusaha dibidang property rumah tangga dan mencapai kesuksesan yang luar biasa, mobil rumah dan fasilitas lain sudah saya miliki, tapi namanya cobaan, dan gampang percaya ke semua orang, dan akhirnya saya ditipu dengan rekan bisnis sendiri dan saya harus menaggung hutang yang jumlahnya ratusan juta. Terus terang saya hampir putus asa. Karena saya memikirkan masa depan anak saya yg msh kecil sehingga sy bisa bertahan,dan ditengah tagihan hutang yg menumpuk dan demi makan sehari hari saya terpaksa suami saya jualan nasi bungkus keliling, dan pada akhirnya tagihan dari Bank jatuh tempo jaminan sertifikat rumah sy satu2nya harta yg sy miliki dan hrs sy perjuangkn.disinilah sy curhat tentang nasib sy dgn seorang tmn dan memperkenalkan sy dgn sosok seorang ki.Ageng, Alhamdulilah dengan perantara beliau saya bisa menata usaha saya dan hutang sy sudah terbayar semua. Jujur awalnya saya ragu tapi karena bnr2 kepepet krn tagihan bank akhirnya sy meyakinkan diri. Subahanallah hanya dalam waktu singkat sy bisa menyelesaikan hutang sy totalnya 700juta. Secara logika tidak masuk akal tp inilah kenyataanya. dan Saya berani sumpah tuju turunan tidak selamat dunia akhirat klu sy tidak menikmati hasil metode ki.Ageng. atau disini ada yg sprt sy, silahkan di buktikan sndiri dan langsung kunsultasi dgn KI.Ageng di No +62812-4576-7849. Di JAMIN AMAN (terimaksih KI.Ageng saya tidak akan melupakan jasa dan amanah ki.Ageng agar lebih banyak orang bergabung dan bisa menyisihkan sebagian dr hasil kesuksesanya untuk pedepokan Ki.Ageng. JIKA TEMAN TEMAN BERMINAT, YAKIN DAN PERCAYA INSYA ALLAH, SAYA SUDAH BUKTIKAN DEMI ALLAH SILAHKAN HUB KI.Ageng
BalasHapus