Sabtu, 26 Mei 2012

HIBAH ATAU SUAP? (Analisa Kritis Terhadap Pemberian Hibah oleh Perusahaan Kepada Polres Madina)


HIBAH ATAU SUAP?
(Analisa Kritis Terhadap Pemberian Hibah oleh Perusahaan Kepada Polres Madina)
Oleh: Agus Salam Nasution*

Setelah mendapat hibah Pembangunan Kantor Pos Polisi di Tambangan dari PT Sorik Marapi Geothermal Power (PT SMGP), dan beberapa unit kendaraan roda dua dari PT Sorik Mas Mining  (PT SMM) beberapa bulan yang lalu, kemarin (Rabu, 23/05) Polres Madina kembali menerima hibah 10 (sepuluh) unit kendaraan roda dua dari PT Anugrah Langkat Makmur (PT ALM). Nah, wajarkah polisi sebagai penyelenggara negara/penegak hukum menerima hibah dari perusahaan? apakah hibah kepada penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya bukan termasuk gratifikasi?
Menurut Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, yang dimaksud dengan gratifikasi adalah “Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya”. Selanjutnya dalam Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, disebutkan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
Menurut Pengamat Kepolisian RI, Bambang Widodo Umar, “sebagai instansi pemerintah anggaran Polri hanya boleh bersumber dari negara, Polri tidak boleh menerima uang dari perusahaan, apalagi pemberian uang itu berkaitan dengan pekerjaannya.”  Maka, kekurangan anggaran tidak bisa dijadikan alasan oleh Polri untuk menerima dana hibah dari perusahaan, karena secara hukum yang namanya penerimaan merupakan suatu gratifikasi karena ada kaitan dengan pekerjaannya.
Penerimaan hibah oleh Polres Madina dari berbagai perusahaan  yang ada di Madina berpotensi menjadi gratifikasi yang apabila Polres Madina tidak melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka gratifikasi tersebut berpotensi dianggap sebagai suap oleh perusahaan kepada Polres Madina. Dalam Pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 disebutkan bahwa  “setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dan pada Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, disebutkan “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.
Apapun alasannya, menurut saya penyelenggara negara khususnya lembaga penegak hukum tidaklah sewajarnya menerima hibah dari perusahaan, apalagi perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi memiliki konflik dengan masyarakat sekitar wilayah perusahaan tersebut. Perusahaan-Perusahaan itu juga perlu dipertanyakan apa motivasinya memberikan hibah kepada lembaga negara seperti Polri. Bukankah Polri itu sudah dibiayai oleh negara sampai puluhan triliun rupiah pertahunnya? Maka kalau alasannya bahwa Polri kekurangan dana untuk operasionalnya, alasan itu tentunya tidak dapat diterima karena dengan anggaran Polri sekitar 30 triliun kiranya sudah sudah cukup untuk membiayai operasional Polri sampai ke seluruh daerah. Kenapa perusahaan tidak memberikan bantuan (hibah) itu untuk kegiatan sosial saja, misalnya untuk pengentasan kemiskinan atau membantu masyarakat yang lebih membutuhkan? Patut diduga bahwa motivasi pemberian hibah itu adalah karena perusahaan punya kepentingan kepada Polres Madina untuk memuluskan bisnis usahanya di Mandailing Natal.
Dari kacamata apapun kita melihatnya, tak selaykanya Polres Madina menerima hibah apalagi dari perusahaan yang mempunyai kepentingan bisnis di wilayah Mandailing Natal, karena kita khawatir penerimaan hibah oleh Polres dari perusahaan akan mempengaruhi independensi Polres dimata masyarakat. Hendaknyalah kita bercermin dari kasus Papua dimana Polri dinilai oleh banyak kalangan telah melanggar hukum karena menerima dana “hibah” dari PT Preefort Indonesia. Kita berharap semoga Polres Madina jeli dalam hal ini. Dan jika Polres Madina tidak ingin dianggap telah menerima suap dari Perusahaan pemberi hibah tersebut maka hendaknya Polres Madina melaporkan hibah yang diterimanya kepada KPK. Semoga!

*Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum UMSU Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar